Serba Aneh di Dunia

RAMALAN JAYABAYA, yaitu ramalan ihwal keadaan Nusantara di suatu masa di masa datang. Dalam Ramalan Jayabaya itu dikatakan, akan tiba satu masa penuh bencana.


Gunung-gunung akan meletus, bumi berguncang-guncang, bahari dan sungai, akan meluap. Ini akan menjadi masa penuh penderitaan. Masa kesewenang-wenangan dan ketidakpedulian. Masa orang-orang licik berkuasa, dan orang-orang baik akan tertindas. Tapi, sehabis masa yang paling berat itu, akan tiba jaman baru, jaman yang penuh kemegahan dan kemuliaan. Zaman Keemasan Nusantara. Dan jaman gres itu akan tiba sehabis datangnya sang Ratu Adil, atau Satria Piningit.

Ramalan Jayabaya ditulis ratusan tahun yang lalu, oleh seorang raja yang adil dan bijaksana di Mataram. Raja itu berjulukan Prabu Jayabaya (1135-1159). Ramalannya kelihatannya begitu mengena dan bahkan masih diperhatikan banyak orang ratusan tahun sehabis kematiannya. Bung Karno pun juga merasa perlu berkomentar ihwal ramalan ini.

“Tuan-tuan Hakim, apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya “Ratu Adil”, apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya hingga hari ini masih terus menyalakan impian rakyat ? Tak lain ialah lantaran hati rakyat yang menangis itu, tak habis-habisnya menunggu-nunggu, mengharap-harapkan datangnya pertolongan. Sebagaimana orang yang dalam kegelapan, tak berhenti-berhentinya menunggu-nunggu dan mengharap-harap “Kapan, kapankah Matahari terbit?”.

Sukarno, 1930, Indonesia Menggugat


Ramalan Jayabaya ini memang tidak mengecewakan fenomenal, banyak ramalannya yang dapat ditafsirkan “mirip” keadaan sekarang. Diantaranya :

1. Datangnya bangsa berkulit pucat yang membawa tongkat yang dapat membunuh dari jauh dan bangsa berkulit kuning dari Utara ( jaman penjajahan ).

2. “kreto mlaku tampo jaran”, “Prau mlaku ing nduwur awang-awang”, kereta tanpa kuda dan bahtera yang berlayar di atas awan (mobil dan pesawat terbang?)

3. Datangnya jaman penuh tragedi di Nusantara (Lindu ping pitu sedino, lemah bengkah, Pagebluk rupo-rupo, gempa 7 x sehari, tanah pecah merekah, tragedi macam-macam.

4. Dan ia bahkan (mungkin) juga meramalkan global warming, “Akeh udan salah mongso”, datangnya masa dimana hujan salah musim.

Nah, naik turunnya peradaban bekerjsama sudah banyak dianalisis, bahkan semenjak ratusan tahun lalu. Diantaranya oleh Ibnu Khaldun (Muqaddimah, 1337, Wikipedia : Ibn Khaldun), Gibbon (Decline and Fall, 1776), Toynbee (A Study of History), atau Jared Diamond. Intinya sederhana. Manusia atau bangsa, dapat berubah. Manusia dapat lupa, dan sebaliknya juga dapat belajar. Bangsa dapat bangkit, hancur, dan dapat juga berdiri lagi.

Bagaimana dengan Satria Piningit?
Banyak juga teori ihwal manusia-manusia istimewa yang tiba membawa perubahan. Di dunia, orang-orang itu sering disebut “Promethean”, diambil dari nama tuhan Yunani Prometheus yang memperlihatkan api (pencerahan) pada manusia. Toynbee menamakannya Creative Minorities. Tapi mereka bukan sekedar “manusia-manusia ajaib”, melainkan orang-orang yang mempunyai kekuatan dahsyat, yaitu kekuatan ilmu, dan kecintaan pada bangsanya, sesama manusia, dan pada Tuhannya. Lihat contohnya berapa banyak hadis Nabi Muhammad ihwal pentingnya ilmu. Dan perhatikan lanjutan pidato Bung Karno ini :

“Selama kaum intelek Bumiputra belum dapat mengemukakan keberatan-keberatan bangsanya, maka perbuatan-perbuatan yang mendahsyatkan itu (pemberontakan) yaitu pelaksanaan yang sewajarnya dari kemarahan-kemarahan yang disimpan … terhadap perjuangan ndeso memerintah rakyat dengan tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh keinginan-keinginan dan kepentingan-kepentingan mereka…”

Satria piningit, yaitu orang-orang yang peduli pada bangsanya, berilmu tinggi, dan telah memutuskan untuk berbuat sesuatu. Merekalah, dan hanya merekalah yang dapat melawan kehancuran, dan karenanya membangkitkan peradaban.

Di jaman kegelapan, selalu ada saja orang yang belajar. Diantara banyak orang lupa, selalu ada saja orang baik. Bahkan walau cuma satu orang. Kadang, kerusakan itu justru memperabukan jiwanya untuk berbuat sesuatu. Belajar, Berjuang, Berkorban. Seperti Nabi Muhammad yang melihat bangsanya hancur, atau Sukarno yang melihat bangsanya diinjak-injak. Mereka kemudian berjuang menyelamatkan bangsanya. Promethean, Ratu Adil yang mendatangkan zaman kebaikan.

Ramalan Jayabaya mungkin dapat dipahami secara ilmiah, bahwa insan dan peradaban memang selalu dapat bangkit, hancur, dan berdiri lagi. Dan mungkin lantaran Jayabaya menyadari insan dapat lupa, ia sengaja menulis ini sebagai peringatan biar insan tidak lupa. Dan itulah satu tanda kearifan sang Prabu Jayabaya.

Mungkin, ini juga dorongan pada insan biar selalu berbesar hati, optimis. Bahwa di ketika yang paling berat sekalipun, suatu hari karenanya akan tiba juga Masa Kesadaran, Masa Kebangkitan Besar, Masa Keemasan Nusantara.

Percaya atau tidak ? Anda tidak perlu percaya, tidak perlu tidak percaya. Bagaimanapun ini yaitu kisah yang penuh pesan. Belipit, Ornot.

Petilasan Mistis Ki Ageng Mangir Di Bantul Yogyakarta (Foto: www.hantupedia.com)

Bagi kalian yang merupakan orang Jawa dan masih memegang teguh kearifan lokal kejawen, kalian niscaya sudah tak absurd lagi dengan kisah mistis Ki Ageng Mangir. Kisah mistis yang karakternya mempunyai kaitan kelam dengan Kerajaan Mataram itu memang menarik untuk disimak. Lantas, siapakah ia? Bagaimana sepak terjangnya? Seperti apa peninggalan pusakanya?

Konon, Ki Ageng Mangir merupakan putera dari Ki Ageng Bondan yang merupakan keturunan dari sisa-sisa silsilah kerajaan Majapahit. Memiliki nama panjang Raden Jaka Humbul Wonoboyo, Ki Ageng Mangir merupakan seorang sakti yang kesaktiannya sempat menciptakan Raja Mataram dikala itu, Panembahan Senopati, ketar-ketir.

Banyak versi kisah dari sepak terjang Ki Ageng Mangir. Dua yang sangat menarik ialah kisahnya dalam catatan Babad Mangir, perihal permusuhan dan peperangannya melawan tentara Mataram alasannya ialah perbedaan kepercayaan, dan kisah pertemuannya dengan mitos ilar berisisik emas di salah satu telaga di Ponorogo. Khusus untuk kisahnya yang kedua, ia merupakan cikal bakal dari legenda ‘baru klinting’. Banyak yang menyampaikan bahwa gres klinting justru merupakan pusaka dari Ki Ageng Mangir sendiri.

Salah satu pusaka yang dimiliki Ki Ageng ialah pisau sakti. Pisau itu tak nampak sakti alasannya ialah bentuknya yang sederhana. Pisau itu mempunyai pantangan untuk tidak diletakan di pangkuan gadis perawan. Suatu hari, pantangan itu dilanggar. Dipinjamkan pada seseorang berjulukan Sarinem untuk program higienis desa, tanpa sengaja Sarinem yang masih perawan itu meletakannya di pangkuannya. Seketika pisau itu menghilang. Mendapat kabar perihal kehilangan pisau itu, dan apa yang bekerjsama terjadi, Ki Ageng segera mempersunting Sarinem. Hasil dari ijab kabul mereka menghasilkan lekahiran seekor naga yang merupakan penjelmaan pisau sakti.

Bertapa di gunung Merapi, Ki Ageng dicari-cari oleh si naga yang merupakan anaknya. Hingga Ki Ageng harus keluar dari pertapaan alasannya ialah anaknya itu terus menyerang warga desa. Si naga alhasil bermetamorfosis menjadi tombak Baru Klinting sehabis gagal memenuhi syarat Ayahnyauntuk melingkari gunung Merapi.

Permusuhan Ki Ageng Mangir dengan Panembahan Senopati ialah suatau pengetahuan yang umum. Panembahan Senopati takut kepada Ki Ageng Mangir, ia takut alasannya ialah Ki Ageng mempunyai pusaka yang lebih sakti dari apa yang ia miliki. Sebab itu, ia mengutus salah satu anaknya yang berjulukan Roro Pembayung untuk menarik hati Ki Ageng sampai jatuh cinta dan mempersuntingnya. Harapannya, dengan begitu, Ki Ageng sanggup melaksanakan konsolidasi keyakinan.

sumber: kumparan